Showing posts with label Love. Show all posts
Showing posts with label Love. Show all posts

Wednesday, April 20, 2016

immature vs mature love.

In fact a mature person does not fall in love, he rises in love. The word ’fall’ is not right. Only immature people fall; they stumble and fall down in love.

Somehow they were managing and standing. They cannot manage and they cannot stand – they find a woman and they are gone, they find a man and they are gone.

They were always ready to fall on the ground and to creep. They don’t have the backbone, the spine; they don’t have that integrity to stand alone.

A mature person has the integrity to be alone. And when a mature person gives love, he gives without any strings attached to it: he simply gives.

And when a mature person gives love, he feels grateful that you have accepted his love, not vice versa.

He does not expect you to be thankful for it – no, not at all, he does not even need your thanks. He thanks you for accepting his love.

And when two mature persons are in love, one of the greatest paradoxes of life happens, one of the most beautiful phenomena: they are together and yet tremendously alone; they are together so much so that they are almost one.

But their oneness does not destroy their individuality, in fact, it enhances it: they become more individual.

Two mature persons in love help each other to become more free.

There is no politics involved, no diplomacy, no effort to dominate. How can you dominate the person you love? Just think over it.

Domination is a sort of hatred, anger, enmity.

How can you think of dominating a person you love? You would love to see the person totally free, independent; you will give him more individuality.

That’s why I call it the greatest paradox: they are together so much so that they are almost one, but still in that oneness they are individuals. Their individualities are not effaced – they have become more enhanced. The other has enriched them as far as their freedom is concerned.

Immature people falling in love destroy each other’s freedom, create a bondage, make a prison. Mature persons in love help each other to be free; they help each other to destroy all sorts of bondages.

And when love flows with freedom there is beauty. When love flows with dependence there is ugliness.

Osho.

feelings or choices?

“A lot of people ask me what my biggest fear is, or what scares me most. And I know they expect an answer like heights, or closed spaces, or people dressed like animals, but how do I tell them that when I was 17 I took a class called Relationships For Life and I learned that most people fall out of love for the same reasons they fell in it.

That their lover’s once endearing stubbornness has now become refusal to compromise and their one track mind is now immaturity and their bad habits that you once adored is now money down the drain. Their spontaneity becomes reckless and irresponsible and their feet up on your dash is no longer sexy, just another distraction in your busy life. Nothing saddens and scares me like the thought that I can become ugly to someone who once thought all the stars were in my eyes.

After my teacher introduced us to this theory, she asked us, “is love a feeling? Or is it a choice?” We were all a bunch of teenagers. Naturally we said it was a feeling. She said that if we clung to that belief, we’d never have a lasting relationship of any sort.

She made us interview a dozen adults who were or had been married and we asked them about their marriages and why it lasted or why it failed. At the end, I asked every single person if love was an emotion or a choice.

Everybody said that it was a choice. It was a conscious commitment. It was something you choose to make work every day with a person who has chosen the same thing. They all said that at one point in their marriage, the “feeling of love” had vanished or faded and they weren’t happy. They saidfeelings are always changing and you cannot build something that will last on such a shaky foundation.

The married ones said that when things were bad, they chose to open the communicationchose to identify what broke and how to fix it, and chose to recreate something worth falling in love with.


The divorced ones said they chose to walk away.

Ever since that class, since that project, I never looked at relationships the same way. I understood why arranged marriages were successful. I discovered the difference in feelings and commitments. I’ve never gone for the person who makes my heart flutter or my head spin. I’ve chosen the people who were committed to choosing me, dedicated to finding something to adore even on the ugliest days.

I no longer fear the day someone who swore I was their universe can no longer see the stars in my eyes as long as they still choose to look until they find them again.”

— x.

Saturday, February 27, 2016

let your past make you better not bitter.


Assalamualaikum bros and siss. Aku student uia, and a sister. First of all, lately aku tengok semua pakat post pasal kisah roomate psiko and some sort of horror and spooky stories so now, aku nk bgtau awal-awal, genre cerita aku bukan jenis yg macam tu. So, kalau korang taknak menyesal, dah boleh lah cari cerita lain.
To be honest, aku nama je student sekolah agama. Pakai je macam acah islamik. Dalam ic memang Islam lah. But, dari segi rohaniah, aku memang fail. Aku selalu kalah dengan nafsu sendiri. Throughout my life, i had never once bersyukur dengan apa yg aku ada and yet, i don't even perform solat seikhlas hati and worst, i oftenly skip solat dengan sengaja. Tapi so far, Allah tak pernah miss tunaikan setiap hajat aku, bagi aku kejayaan dalam study and many more.

Aku bukan lah hotstuff pun, cantik apatah lagi. Tapi, sepanjang hidup aku tak pernah sekali pun aku sunyi tanpa dampingan jejaka. But so far, never once lah aku bersentuhan even just pegang tangan dengan diorang sebab bagi aku, aku tak suka disentuh oleh yg tak layak menyentuh. Aku pernah melukai, meninggalkan dan mempermainkan lelaki dan pernah jugak dilukai, ditinggalkan dan dipermainkan. Banyak lah attitude lelaki yang aku tahu and that is why, interest aku untuk kahwin sekarang makin hilang and so do my trust to guys.

Aku pernah je terjatuh cinta dengan lelaki 'alim' and know what? Fizikal alim dia tu tak menggambarkan ciri sebenar dia di sebalik jubah dan kopiah dia tu. Yes, we end up bercouple sebab dia tetiba confess and kononnya serious nak jadikan aku sebagai isteri bila tiba masa yang sesuai. Dan aku pun tatahu kenapa dengan aku yang bodoh sangat pergi sambut huluran 'cinta' dia. First, aku ingat dia dapat lah ubah diri aku, so that aku lebih kenal Islam and berubah ke arah yang lagi baik. No! Hubungan kami tak sampai setahun pun sbab sbnrnya, aku ni dah lah jenis yang kuat cemburu dan dia pulak, ada satu jenis hobi suka kumpul adik angkat perempuan. And i can't stand it. After we broke up, aku masuk uia.

Alhamdulillah, lepas aku masuk uia, atmosfera dekat sini lain dengan suasana sekolah dulu. Aku dapat kawan-kawan yang amalkan gaya hidup sebagai seorang Islam yang sejati. Ada one time tu, one of my friend ajak aku pergi somewhere katanya nak have fun and aku pun ikut lah. Know what? Dia bawak aku g usrah. Habis usrah tu dia mintak maaf sbb tak jujur pasal 'have fun' dia tu dan aku tak terasa nak marah pun. Instead, aku rasa berterima lasih sangat sebab detik tu, all thoughts about my ex pergi jauh sejauhnya and some kinda peace mula terasa dalam hati. Jujur, aku memang tak boleh langsung nak move on after break up.

Itu permulaan kisah hidup aku berubah. Aku jadi budak usrah, jadi pengunjung setia majlis agama, ikhtilat terjaga sampailah sekali lagi aku diuji. Hadirnya insan bernama lelaki buat kesekian kalinya di dalam hati. Aku cuba tepis tapi most of my friends masa tu mempengaruhi aku untuk menerima dia. Dan aku terima. Kesungguhan dia buat aku terjatuh sekali lagi dalam dunia cinta.

At first, dia macam jarang jugak contact aku kononnya nk elak berhubung untuk perkara yang tak penting. Kononnya nak jaga hati taknak dipengaruhi nafsu. But in the end, dia mula pujuk rayu aku untuk keluar bersama dengan alasan nak study sama dekat library. Mulanya memang kami tidak berdua. Tapi lama kelamaan, dia inginkan privasi hanya berdua. Dan kami kerap luangkan masa bersama jalan di sekitar kuala lumpur berdua. Dan, aku sampai tinggalkan usrah, lupakan tarbiyyah dan kembali kepada kehidupan asal aku yang lalai dulu.

Ada masa, aku bosan dengan life yang macam tu. Aku tahu apa yang aku buat tu salah. Tapi untuk patah balik, aku tak mampu. Ada ketika, hatiku jadi setawar tawarnya terhadap cinta si dia tapi untuk menghentikannya aku tak sampai hati. End up, perasaan tu mula bercambah kembali. Tapi kadang-kadang, hati aku sakit sebab rindukan tarbiyyah. So, sometimes aku rebel. Aku buat hal. Aku nak dia putuskan hubungan kami dan jadikannya halal. Tapi apa yang jadi adalah lebih tragis. Ya, dia memang putuskan hubungan kami atas alasan, cintanya sudahpun beralih arah. Dan aku? Aku pasrah. Tatahu sebenarnya perasaan aku sedih ke, marah ke atau mungkin gembira. Aku pun tak pasti. Cuma aku terasa tertipu sangat sebab penggantiku itu bukan orang lain tetapi kawan aku sendiri. Kawan yang kenalkan aku dengan dunia usrah :')

Lepas kejadian tu, persepsi aku dengan lelaki berubah terus. Usrah? Langsung aku tak pergi dah. Hidup aku makin terasa lifeless. Tapi aku manage untuk move on lepas beberapa bulan. Tapi, still aku dah jarang ikut program ilmiah apatah lagi majlis agama. Study pun aku pandang ringan. Aku buat apa yang aku terasa nk buat and selalunya aku habiskan masa bersama novel. Sebab bagi aku, dunia novel lebih indah dari realiti kehidupan.

Ada satu masa, aku upload satu gambar novel yang kubaca di laman instagram aku. Suddenly, ada komen dari seorng junior yng aku hanya kenali namanya. Katanya, nanti dia pinjamkan buku miliknya sbgai bahan bacaan ku.

Dia kotakan katanya tapi tahu tak buku apa yang dipinjamkan? Semua buku buku ilmiah dan islamik. Tapi ku gagahkan diri membaca setiap helaian. Satu persatu bukunya habis ku baca. Setiap kali aku pulangkan buku, dia akan meminjamkan bukunya yang lain pula. Dan aku terperasankan sesuatu. Setiap kali kami bersemuka, dia pasti mengelak dari bertemu mata dengan ku. Aku admit, something happen to my heart. Something yg tak pernah jadi sebelum ni. But still, i can't figure it out yet. Cuma, lately while reading all those books, sometimes aku menangis mengenangkan kealpaan aku sebagai seorang hamba.
Aku rindukan keluarga usrah ku namun untuk kembali bersama mereka aku malu. Bagikan tahu perasaan rinduku, akak naqibahku dengan tiba-tiba hantar mesej melalui whatsapp bertanya tentang khabarku. Dan dia mengajakku kembali bersama mereka.

Terharu? Sangat!

For now, my life getting better and filled with wonderful moments and am not wishing to lose it all again. Thank you Allah for the chances that you've given to me. Take care of my heart, jangan benarkan hatiku mencintai selain dariMu.

Feel blessed :)

N.A.

Sunday, November 25, 2012

au revoir abqari | aisyah writes

*Au revoir; Goodbye.


Jam digital menunjukkan pukul 3.00 pagi. Asrar masih tidak dapat tidur. Perlahan-lahan, dia mencapai telefon bimbit Nokia 3310nya. Dibelek-beleknya handphone murah itu.

Sudah 10 tahun Asrar memilikinya. Bukan tidak mampu untuk membeli telefon bimbit yang lebih canggih, cuma baginya telefon bimbit tersebut menyimpan terlalu banyak memori.

Memori yang mengajar erti hidup.
Memori yang mematangkan, mendewasakan.
Memori manis dan pahit, suka dan duka.

Terlalu banyak.

Namun, telefon bimbit itu juga menjadi saksi.
Saksi himpunan SMS yang melaghakan.
Saksi panggilan-panggilan yang melalaikan.
Saksi dosa-dosa yang dilakukan.

Jiwanya resah, hatinya sebak. Bait-bait ayat naqibah usrahnya, kak Safurrah, siang tadi tiba-tiba bersuara membisik,

"Bayangkan di padang mahsyar nanti, Allah display semula perbuatan kita di dunia. Perbuatan yang kita fikir tiada yang melihat. Kita malu kalau ada orang tahu. Kita malu kalau orang nampak.

"All those 'activities' we've been committing with our non-mahrams. Those SMSes that got us smiling alone. Those late night calls that got us missing our tahajjuds. Kita lupa Allah nampak. He sees each and every. Akhirat nanti, mungkin aib kita dibuka. Kelak malu kita akhowatku sayang, malu tak terkata. Dikatakan sampai jatuh daging-daging muka menahan malu. Istighfar. Katakan Astaghfirullah hal Aziim"

Asrar mengetap bibir. Tangannya digenggam. Sudah hampir 5 tahun dia bercouple dengan Abqari. Abqari yang banyak mengajarnya erti dakwah. Abqari yang banyak menceritakan kepadanya kisah-kisah anbiya'. Abqari yang selalu dipuji oleh muallim muallimah serta rakan-rakannya di SMK(A) Al-Azhar suatu ketika dahulu.

Walaubagaimanapun, Abqari itu jugalah yang telah membuat dirinya leka. Abqari itu jugalah yang selalu hadir dalam mimpinya. Abqari itu juga yang selalu membuat panggilan setiap malam mendengar ceritanya. Nama Abqari itu jugalah yang sentiasa memenuhi inbox Asrar dengan mesej-mesej 'kejut subuh' dan 'mutiara hikmah' yang mengasyikkan.

Mulanya Asrar fikir,
"Apa salahnya, bukan benda buruk pun. We ain't do no harm, we ain't commit no crime. Kita saling mengingati kepada Allah what?". Namun ayat-ayat kak Safurrah siang tadi bagai mengocak semula persepsinya, ibarat menyoal semula pendiriannya.

"Kalau bukan benda buruk, kenapa bercouple diam-diam?"
"Kalau bukan benda buruk, kenapa malu andai ibu bapa tahu?"
"Kalau bukan benda buruk, kenapa hati tidak tenang?"
"Kau bukan buta hukum Asrar, kau bukan tak faham Islam. Kau dan Abqari antara top student sekolah agama dulu. Kalau kau tak malu dengan Allah, kau tak malu ke dengan diri sendiri?"

Jari jemari Asrar menekan-nekan keypad membuka folder 'sent items'. Asrar meneliti semula SMS yang baru sahaja dikirimkan kepada Abqari sejam yang lalu. Ego remajanya membisik, "Ahh drama lah kau Asrar, takkan kau nak nangis kot? Crying is so kidsplay. You know better, Chillex beb". Tangannya digenggam dengan lebih erat. Allahurabbi. Butiran manik jernih gugur membasahi pipinya, mematahkan egonya.

Abqari merupakan seorang yang sangat baik. Pengerusi Lajnah Kebajikan dan Akademik. Soleh. InshaAllah boleh menjadi imam yang baik kepada keluarganya kelak. Meninggalkan Abqari setelah 5 tahun merupakan suatu pengorbanan yang besar. Suatu jihad yang sukar. Tetapi Asrar yakin dengan tindakannya. Hatinya berat. Namun beratnya hati Asrar meninggalkan Abqari, berat lagi azab Allah.

Asrar memejamkan matanya yang basah. Dirinya terduduk di birai katil. Seluruh badannya terasa lemah sekali bagai pesakit Anaemia yang kekurangan kuantiti hemoglobin. Tangannya perlahan-lahan diangkat, lalu Asrar berdoa,

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyayang. Engkau masih sayangkan diriku. Engkau masih sayangkan dirinya. Engkau telah memberi terlalu banyak peluang untuk kami bertaubat, namun kami asyik terleka dek nafsu, terbuai dek cinta picisan sedangkan cintaMu lebih agung. You give, give, give, and forgive, while we get, get, get, and forget.

Ya Allah, kami tidak sanggup ditayangkan dosa kami ini di padang mahsyar kelak. Kami Malu ya Rabbi. Kami Malu. Ampunilah kami berdua. We ask for nothing more but Your mercy. Aamiin ya Allah. Aamiin ya Rabbal 'Alamiin"

Asrar mengesat air matanya dengan lengan cardigan lalu bingkas bangun menuju ke bilik air untuk mengambil wudhu'. Dia ingin melakukan solat sunat taubat. Jauh di sudut hatinya, dia masih menyayangi Abqari. Walaubagaimanapun, Asrar tidak mahu gagal menguruskan fitrahnya. Kalau hidayah sudah mengetuk pintu hati, buat apa tutup pintu? Asrar membulatkan tekadnya meneruskan hijrah ini. Cintanya kepada Allah selayaknya lebih eksklusif. Asrar enggan membiarkan dirinya mencintai makhluk tuhan lebih dari Zat yang menciptakan makhluk itu sendiri. You can't compliment a present more than you compliment the one giving the present in the first place, kan?

Namun lebih utama, Asrar enggan syirik cinta. Nope, never.